Imam Shadiq As: seandainya Zaman itu aku alami maka seluruh hari dalam hidupku akan berkhidmat kepadanya (Imam Mahdi As
Jawaban beberapa pertanyaan tentang penjelasan beberapa ayat yang rumit.

Jawaban beberapa pertanyaan tentang penjelasan beberapa ayat yang rumit.

Penanya: bapak Muhammad … ke lembaga ilmiah al-monji

Assalamu alaikum dan harapan semoga amal ibadah kita di terima di sisiNya. Bulan Al-quran adalah bulan yang baik untuk memahami al-quran begitu juga untuk mengenal nabi besar Muhammad Saw dan ahlul baitnya yang suci. Saya hendak menanyakan sebuah persoalan dan sama sekali tidak bermaksud untuk membuat syubhat dan sejenisnya.

  • Allah Swt berfirman:”wa maa yantiqu anil hawa in huwa illa wahyu yuuha”, apakah ayat ini mencakup segenap perkataan sang nabi?
  • Mengapa pada sebagian ayat Allah bertanya kepada nabi, seumpama dalam surah at-taubah ayat 43: “Allah telah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang jujur dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?  yang saya ingin tanyakan adalah apakah izin dari nabi Muhammad Saw bukan wahyu Dari Allah Swt, jika demikian lantas mengapa Allah menyatakan demikian kepada nabinya? Atau seperti pada surah al-haqqah ayat 44: Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian ucapan atas (nama) Kami apakah seluruh perkataan nabi bukan wahyu? Ataukah misalnya pada surah yang lain seperti surah az-zumar ayat 65: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” apakah pada ayat ini yang di seru adalah nabi sendiri?

 

 

Jawaban:

Bismillahi rahmani Rahim

Sebagaimana yang di kemukakan pada ayat :” wa maa yantiqu anil hawa in huwa illa wahyun yuha” bahwa apapun yang di katakan oleh rasulullah Saw adalah wahyu yang di sampaikan kepadanya dan tidak selainnya. Hal-hal yang menyebabkan sebagian orang ragu terhadap hal ini karena sebagian beranggapan bahwa yang di maksudkan dengan wahyu di sini hanya terbatas pada wahyu yang di sampaikan oleh malaikat jibril As kepada nabi Muhammad Saw, sehingga sifat khusus wahyu hilang dari diri nabi Muhammad Saw, sehingga orang-orang beranggapan dan ragu bahwa bagaimana mungkin perkataan nabi yang biasa baik yang di dalam rumah  maupun bukan dapat memiliki kesesuaian dengan wahyu itu sendiri? Sementara jika mereka mengetahui bahwa salah satu makna dari wahyu dan pembagian dari wahyu yang di turungkan oleh malaikat jibril adalah makna diatas, maka mereka tidak akan terjebak oleh syubhat atau keragu-raguan yang seperti ini? Kita harus mengetahui bahwa salah satu dari makna wahyu adalah firman yang di sampaikan oleh Allah kepada nabinya tanpa menciptakan sebuah kondisi yang sifatnya khusus. Untuk mengetahui jenis wahyu dan pembagiannya dapat merujuk ke buku-buku yang berkaitan dengan hal ini.

****

Begitu banyak dari seruan-seruan yang ada dalam al-quran bukanlah di tujukan kepada nabi Muhammad Saw bahkan seruan Allah  Swt kepada seluruh muslimin. Seumpama di katakan dalam al-Quran di katakan dalam surah isra’ ayat 39: Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)”. Tentunya seruan yang ada pada ayat ini tidaklah memiliki kesesuaian dengan ilmu dan kema’zuman dari nabi begitu juga dengan ayat tathir. Dengan demikian ayat ini sama sekali bukan di tujukan kepada nabi Muhammad Saw sendiri.

Dalam sebuah riwayat dari imam Ja’far shadiq As beliau bersabda: “innal laha taala baatsa nabiyyahu a’na wa asma’ yaa jaarati[1]. Sehingga meskipun ayat ini yang di seru adalah nabi sendiri akan tetapi pada hakikatnya yang di seru adalah ummat itu sendiri  dan bukanlah nabi secara personal.

Pada buku “ uyunul akhbari ar-ridha alaihi salam” dari Ali ibnu Muhammad ibnu jahim di riwayatkan bahwa: “ Saya memasuki majelis Makmun (salah satu dari khalifah abbasiah) dan imam Ridha As juga hadir di majelis tersebut. Makmun berkata kepada imam Ridha :” wahai putra rasulullah apakah engkau tidak menyakini bahwa para nabi itu makzum? Imam berkata :” saya menyakininya”, kemudian makmun melanjutkan pertanyaan :” wahai Abal Hasan  lantas apa maksud dari ayat ini “afaa llahu anka lam azinta lahum”? Imam Ridha As kemudian menjawab:” ini seperti pribahasa yang mengatakan “ pintu , saya berkata kepadamu dinding, engkau yang mendengar” pada ayat ini Allah berfirman kepada nabinya akan tetapi yang ia maksudkan adalah ummatnya”. Begitu juga dengan ayat yang menyatakan Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)[2]dan juga ayat yang menyatakan:” Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka[3]. Kemudian Makmun berkata: engkau berkata benar wahai putra rasulullah…..

Riwayat di atasa sangat panjang dan seperti itulah imam Ridha As memaknai dan mejelaskan makna dari ayat tersebut.[4]

****

Ayat yang berbunyi :” walau taqulu alaina…” merupakan sebuah alasan bahwa Quran adalah wahyu ilahi dan ayat berikutnya yang berbunyi :”tanzilu min rabbi alamin” merupakan penekanan dan pembuktian dari alasan ini, bahwa Quran di turungkan dari sisi Allah Swt dan jika di katakan kami telah berkata dusta maka kami akan mengambilnya dengan kekuatan…” dengan demikian kata “ lau “ pada firman Allah di atas :” walau taqulu alaina” dalam artian bahwa nabi telah menyampaikan firman Allah kepada ummatnya kemudian berpikir bahwa qalam ilahi ini adalah  dusta kemudian berpikir bahwa nabi tidak di azab dengan hal tersebut sementara kelanjutan ayat menyatakan “ laa ahdzana minhu bil yamin,  tsumma laqata’nahu minhul watin” yang artinya “niscaya benar-benar Kami pegang dia dengan kuat, kemudian benar-benar Kami potong urat jantungnya sehingga dengan demikian karena Allah tidak mengazab nabinya maka ini menjadi bukti bahwa apa yang di sampaikan oleh nabi adalah qalam ilahi, dan bukan sebuah kebohongan yang di buat-buat oleh nabi sendiri dan menisbahkan hal tersebut sebagai wahyu ilahi. Untuk itu ayat yang menyatakan “ walu taqulu alaina “ sama sekali tidak bertentangan dengan ke wahyuan al-quran bahwa merupakan sebuah alasan bahwa hal tersebut adalah qalam ilahi.



[1] Biharul anwar jilid 92 hal 381.

[2] Surah isra’ ayat 39.

[3] Surah isra’ ayat 75.

[4] Uyunul Akhbaru Ar-ridha As, bab Ezmat  Anbiyaa  As, jilid 1 hal 161 , terbitan Najaf asyraf.

 

 

Mengunjungi : 7603
Pengunjung hari ini : 24527
Total Pengunjung : 32446
Total Pengunjung : 128582921
Total Pengunjung : 89381412